Thursday, August 18, 2022

Kerusakan Hutan Ulah Tangan Manusia, Undang Bencana

Kerusakan Hutan Ulah Tangan Manusia, Undang Bencana
hutan rusak


Hutan menjadi salah satu tonggak penting dalam kelangsungan hidup manusia. Rusaknya hutan juga akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia hingga flora dan fauna.

Beberapa waktu terakhir ini, isu terkait lingkungan global mulai muncul.

Keadaan ini semakin diperparah seiring dengan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar.

Beberapa isu lingkungan yang sering muncul saat ini adalah pemanasan global akibat meningkatnya jumlah gas rumah kaca diatmosfer yang menyebabkan energi panas dipantulkan kembali ke permukaan sehingga suhu bumi menjadi lebih panas.

Penggundulan hutan merupakan sebuah peristiwa yang sering terjadi dan telah menjadi permasalahan yang serius di tingkat global ataupun nasional.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), deforestasi adalah aktivitas penebangan hutan komersial dalam skala besar.

Sedangkan, menurut Yakin (2015), deforestasi adalah suatu keadaan kawasan hutan yang mengalami penurunan akibat konversi lahan untuk berbagai keperluan, seperti membangun infrastruktur, pemukiman warga, lahan pertanian, lahan pertambangan, dan lahan perkebunan.

Buku rekor dunia Guinnes (2008) menyatakan bahwa Indonesia tercatat sebagai negara dengan hutan yang paling cepat mengalami kerusakan.

Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera Barat, tak hanya merusak lingkungan, tapi juga membawa bencana turunan yang memakan korban jiwa.

Data dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi merinci, lebih dari separuh wilayah Provinsi Sumbar merupakan kawasan hutan, yakni seluas 2.286.883 hektare atau 52 persen.

Hingga 2021 luas tersebut menyusut menjadi 41 persen atau 1.744.549 hektare. Sejumlah aktivitas manusia menjadi penyebab berkurangnya tutupan hutan di Sumbar, seperti pertambangan emas ilegal dan pembalakan liar.

Data yang dikeluarkan Warsi dalam catatan akhir tahun 2021, pertambangan emas tanpa izin atau ilegal di Sumbar terdapat di empat daerah yakni Dharmasraya luasnya mencapai 1.773 hektare, Solok 1.533 hektare, Solok Selatan 2.559 hektare, dan Sijunjung 1.103 hektare.

"Tambang emas ilegal biasanya terjadi di sungai utama atau pun sungai kecil dalam kawasan Area Penggunaan Lain (APL) dan hutan lindung," Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf beberapa waktu lalu di Padang.

Penambangan emas ilegal tersebut, lanjutnya mengakibatkan kerusakan hutan dan lingkungan serta timbulnya bencana longsor di sekitar kawasan tambang.

Sepanjang 2021, terhitung tiga kali terjadi longsor di kawasan tambang emas di Dharmasraya dan Solok Selatan.

Atas kejadian tersebut, 14 orang meninggal karena tertimbun longsor dan 14 orang mengalami luka-luka, 40 orang ditangkap, dan 4 dompeng serta peralatan tambang lainnya diamankan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, upaya menghindarkan penduduk dari daerah rawan bencana merupakan salah satu cara efektif yang bisa dilakukan. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang merata di luar Jawa akan sangat membantu menghambat terpusatnya penduduk di Pulau Jawa.

Bukan hanya itu, pemerataan infrastruktur juga penting untuk mengatasi masalah kekeringan. “Indonesia mempunyai potensi air di peringkat lima besar dunia. Tapi, mengapa kekurangan? Ini karena ketahanan air kita rendah dan hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.”

Saat ini, jumlah air di Pulau Jawa baru 1.200 meter kubik yang idealnya 1.600 meter kubik per tahun. “Thailand justru lebih baik, mereka sudah mencapai 1.600 meter kubik per tahun,” ujar Arie.

0 comments:

Post a Comment

Contact Us

Phone / wa:

0812-7991-0832

Address :

Jln. AMD Talang Jambe No. 08 Kelurahan Talang Jambe

Email :

info@kilausurya.co.id